Senin, 30 Juni 2014

KPPU

KASUS PERSAINGAN USAHA :

Chevron divonis denda Rp 2,5 miliar 

Oleh Yudho Winarto – Kamis, 16 Mei 2013 | 21:51 WIB

JAKARTA. Raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front end enggineering & design contract. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum Chevron membayar denda sebesar Rp 2,5 miliar.
“Menyatakan bahwa terlapor I (Chevron) terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Muhammad Nawir Messi, Kamis (16/5).
Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Sementara itu, Majelis Komisi juga memutuskan bahwa PT Worley Parsons Indonesia (terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 19 Huruf D UU No. 5 Tahun 1999. Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu, Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender.
Terkait putusan ini, Stefanus Haryanto, Kuasa Hukum Chevron, enggan untuk memberikan komentarnya. “No comment ya,” katanya. Hal serupa juga disampaikan oleh Mochmad Fachri selaku kuasa hukum Worley Parsons.
Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.
Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007 Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.

Dari berita yang dijelaskan diatas, diketahui bahwa Chevron Indonesia Company melakukan diskriminasi terhadap peserta tender yaitu PT. Wood Group Indonesia dalam tender export pipeline front end engineering & design contract.

ANALISIS Penulis  

 

UNDANG-UNDANG YAANG MENJERAT

 

            Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
                Hal tersebut sesuai dengan salah satu wewenang dari KPPU yaitu  melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;

KESIMPULAN & TANGGAPAN PENULIS

 

                Diskriminasi lain yang dilakukan Chevron adalah tidak diatur dan dijelaskannya secara detail mengenai metode evaluasi komersial kepada peserta tender. Chevron tidak pernah menjelaskan kepada peserta bahwa kepatuhan dan konsistensi dokumen penawaran teknis dan penawaran komersial dapat mendiskualifikasikan peserta. Tindakan ini juga telah merugikan Wood Group. Soalnya, Chevron telah menggugurkan Wood Group lantaran dianggap tidak konsisten dalam mengajukan penawaran komersial dengan Komitmen Teknis meskipun Wood Group mengajukan penawaran harga terendah.
Selain dituding diskriminasi, Chevron juga dilaporkan telah melakukan persekongkolan dengan PT Worley Parsons Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999. Persekongkolan tersebut terkait dengan pengaturan pemenang untuk tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No C732791) di Lingkungan Chevron.

Akan tetapi, KPPU memutuskan untuk meloloskan Chevron dari tudingan bersekongkol. Soalnya, KPPU tidak menemukan bukti yang kuat atas tudingan tersebut. Bahkan, KPPU menyatakan investigator telah keliru dalam memahami diskualifikasinya PT Wood Group Indonesia.

Dalam kasus ini, jelas sangat penting sekali pertan dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) demi kelancaran usaha dan terciptanya persaingan usaha yang sehat.  Karena dengan adanya KPPU, kasus diskriminasi, praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dapat dikurangi dengan sangat baik, karena KPPU itu sendiri akan memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.
Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.
Jangan anggap enteng sebuah typo error alias kesalahan ketik. Apalagi jika typo error tersebut berkaitan dengan dokumen tender. Buktinya, gara-gara salah ketik, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat Chevron Indonesia Company harus merogoh kocek sangat dalam demi membayar harga kesalahan tersebut, yaitu senilai Rp2,5 miliar.
Kesalahan tersebut ditemukan KPPU karena sebuah laporan tentang dugaan diskriminasi  yang dilakukan oleh Chevron kepada PT Wood Group Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf d UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
 
source : http://aksarapublikamandiri.wordpress.com/2013/05/17/kasus-persaingan-usaha-chevron-divonis-denda-rp-25-miliar/


http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51961a21c81b5/gara-gara-diskriminasi--kppu-hukum-chevron-rp2-5-miliar

Sabtu, 07 Juni 2014

Perlindungan Konsumen

Pengertian dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Menurut Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Tujuan Perlindungan Konsumen:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi;
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen

Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT

Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.'

Analisis :


untuk kasus obat anti nyamuk Hit ini seharusnya konsumen dapat lebih memperhatikan tata cara dan komposisi yang terkandung dalam setiap produk yang akan digunakan. apalagi obat anti nyamuk memang tidak seharusnya disemprotkan dan terhirup manusia, karna adanya zat-zat yang tidak baik untuk tubuh manusia. alangkah baiknya jika kita menggunakan setiap produk dengan cermat. diamkan dulu ruangan yang baru saja menggunakan obat anti nyamuk sampai zat-zat yang melayang diudara menghilang.   

Propoxur adalah senyawa karbamat (senyawa antaranya, MIC, pernah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kerusakan syaraf ratusan ribu orang lainnya dalam kasus Bhopal di India) yang telah dilarang penggunaannya di luar negri karena diduga kuat sebagai zat karsinogenik

Diklorvos atau DDVP (dichlorovynil dimetyl phosfat). Zat ini adalah zat turunan chlorine yang memang telah dilarang dipakai selama puluhan tahun di seluruh dunia. Menurut klasifikasi oleh WHO (World Health Organization), zat ini termasuk racun kelas 1, yakni berdaya racun paling tinggi. Efeknya pada kesehatan dapat merusak syaraf, mengganggu pernafasan, jantung, system reproduksi dan memicu kanker. Zat aktif ini sudah dilarang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, untuk keamanan, kita tetap perlu mengecek di kemasan apakah masih ada yang menggunakan diklorvos ini, baik untuk obat nyamuk semprot, bakar, maupun elektrik.

ssource :
http://idazahro.blogspot.com/2012/11/kasus-tentang-perlindungan-konsumen.html

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta

Dikutip dari Wikipedia, Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya berhak cipta yang melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk mereproduksi, mendistribusikan, menampilkan atau memamerkan karya berhak cipta, atau membuat karya turunan, tanpa izin dari pemegang hak cipta, yang biasanya penerbit atau usaha lain yang mewakili atau ditugaskan oleh pencipta karya tersebut.


beberapa waktu lalu sempat menguat berita tentang band Radja  yang melayangkan somasi kepada Inul Daratista. Radja yang diwakili oleh Ian Kasela dan Moldy menganggap bahwa Inul Vista telah mencuri lagu baru mereka berjudul Parah. Lagu ini menurut Radja belum resmi dirilis namun sudah ada dalam list lagu di outlet Inul Vizta.

Mereka mengklaim bahwa Inul Vizta telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 72 Jo Pasal 49(1) Jo Pasal 2 (1) UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta yaitu dengan sengaja membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara tanpa persetujuan pemilik hak cipta.

Mereka mengaku sangat dirugikan karena lagu "Parah" diputar di Inul Vizta tanpa izin.
Pasalnya lagu tersebut dan albumnya sudah diincar oleh label internasional dengan harga mahal. Karena ada kasus ini, mereka terpaksa melakukan negosiasi ulang.

Analisis :


kasus ini pasti memberikan kerugian antara kedua belah pihak. khususnya band Radja,
Pihak Radja mengaku sangat dirugikan karena lagu "Parah" diputar di Inul Vizta tanpa izin.
Pasalnya lagu tersebut dan albumnya sudah diincar oleh label internasional dengan harga mahal. Karena ada kasus ini, mereka terpaksa melakukan negosiasi ulang. 
"Pertama-tama, ini nilai kontrak kita sama label asing. Mereka setelah mendengar demo lagu "Parah" tertarik banget, nilai kontrak kita Rp4 miliar sama mereka," ujar, Ian Kasela, di kawasan Blok M, Jakarta.

Ternyata, angka Rp4 miliar diperoleh Radja dari nilai kontrak mereka dengan sebuah label asal Singapura yang belum bersedia disebutkan namanya. Dengan kasus tersebut, tentu negosiasi antara maanajemen Radja bersama pihak label sedikit terhambat.
Source:  
http://music.okezone.com
http://musik.kapanlagi.com/berita/parah-dicuri-radja-somasi-inul-vista-33401b.html